Nama saya Wan Safri Syamsudin, atau biasa dipanggil BWS, singkatan dari Bang Wan Safri. Saya lahir pada 3 Juni 1987 di Sedanau, Bunguran Barat, Natuna, Kepulauan Riau. Saya dibesarkan dalam lingkungan yang sangat sederhana dan penuh perjuangan — sebuah latar belakang yang membentuk cara pandang saya terhadap hidup hingga saat ini.

Masa Kecil Penuh Perjuangan

Sejak usia tiga tahun, saya hidup bersama Atok saya, Tokesn, di Pulau Seluan. Kedua orang tua saya berpisah, dan karena kondisi ekonomi yang sulit, ibu saya, almarhumah Partini, harus merantau ke Tanjung Pinang dan Batam, sementara ayah saya, almarhum Wan Muhammad Isa (Encek), tinggal di Sedanau.

Saya mengenal kerja keras sejak usia dini. Di usia enam tahun, saya sudah membantu kakek melaut. Jika hasil tangkapan tidak ada, kami makan ubi cincang dicampur nasi seadanya. Pendidikan saya pun tidak mudah. Saya bersekolah di SDN Seluan, dan berkat kebaikan kepala sekolah, almarhum Wan Kasim, saya bisa terus sekolah meski sering tidak mampu membayar.

Saya melanjutkan pendidikan ke MTs Sedanau, Pesantren Darul Falah, dan kemudian SMA Hang Tuah Bengkong Polisi, Batam. Pendidikan saya adalah perjuangan — bukan hanya soal ilmu, tapi soal bertahan hidup.

Dari Ojek hingga Bisnis Internasional

Selepas SMA, saya mencoba berbagai pekerjaan: dari pegawai minimarket, tukang ojek, hingga tukang las kapal di Tanjung Uncang. Saya juga pernah membuka warnet dan agen tiket pesawat. Namun titik balik hidup saya datang saat saya bergabung dengan perusahaan broker forex internasional. Di sanalah saya mulai meniti karier sebagai marketing, trader, hingga investor.

Berbekal pengalaman dan hasil kerja keras, saya membangun fondasi finansial yang stabil. Tapi dalam hati saya, selalu ada kerinduan untuk pulang dan memberi arti bagi kampung halaman.

Balik Kampung, Bantu Kampung

Saya percaya bahwa kesuksesan sejati bukan hanya soal pencapaian pribadi, tapi soal seberapa besar manfaat kita bagi orang lain. Karena itu saya kembali ke Natuna dan meluncurkan gerakan “Balik Kampung, Bantu Kampung” — sebuah program sosial yang fokus membantu warga kurang mampu.

Lewat program ini, saya:

  • Membagikan sembako dan bantuan tunai,
  • Memperbaiki rumah-rumah warga,
  • Membuka lapangan kerja,
  • Mendirikan Yayasan Natuna Pulau Tujuh,
  • Mendirikan apotik di Pulau Sedanau,
  • Menginisiasi BWSCUP, turnamen olahraga pemuda,
  • Dan membentuk organisasi Gerakan Pemuda Natuna (GPN) sebagai wadah gotong royong anak muda.

Saya juga aktif mendorong program sosial seperti makanan bergizi untuk anak-anak Sedanau dan mendukung berbagai kegiatan keagamaan dan pendidikan di pelosok Natuna.

Komitmen Saya

Saya tidak ingin berhenti di sini. Saya ingin memperluas program bantuan untuk nelayan, termasuk penyediaan alat tangkap, budidaya laut, dan perbaikan infrastruktur desa. Saya ingin kampung saya menjadi lebih kuat, lebih mandiri, dan lebih maju.

Saya sadar, saya bukan siapa-siapa. Tapi saya percaya, dengan niat yang tulus, kerja keras, dan cinta terhadap kampung halaman, kita bisa membuat perubahan yang nyata.

Penutup

Jika Anda membaca kisah ini dan sedang berada dalam masa sulit, percayalah — asal kita terus berusaha dan tidak lupa berbagi saat kita cukup, hidup akan menemukan jalannya.

“Saya tidak datang dari keluarga kaya, saya dibesarkan oleh peluh dan air mata. Tapi saya percaya, ketika hidup sudah cukup, maka yang terbaik bukanlah menumpuk, tapi memberi.”

Terima kasih sudah membaca perjalanan hidup saya.

Salam hangat,
Wan Safri Syamsudin (BWS)
“Balik Kampung, Bantu Kampung”